Transportasi Umum serta Konservasi Energi, Mengelola Kawasan Perkotaan Jabodetabek

Sampe L. Purba
Pengguna Transportasi Umum dan juga Pengamat Energi

JARINGAN transportasi umum pada Jabodetabek terus tumbuh di beberapa tahun terakhir. Kini, interkoneksi antara moda transportasi mulai terwujud dalam beberapa ruas jalan utama. Kereta LRT, MRT, KRL, TransJakarta , juga Jaklingko hadir sebagai bagian dari upaya integrasi moda transportasi. Di titik-titik tertentu, moda ini bahkan terhubung dengan Kereta Cepat sekali Woosh Halim–Bandung yang mana baru sekadar diresmikan. Namun, tantangan besar masih tersisa: bagaimana memaksimalkan sistem ini untuk menurunkan ketergantungan pada kendaraan pribadi?

Kemajuan Transportasi Umum Jabodetabek

Sistem interkoneksi transportasi ke Jabodetabek telah dilakukan menunjukkan peningkatan yang tersebut signifikan. Sebagai contoh, kereta LRT dengan tarif mulai dari Rp5.000 untuk 1 kilometer pertama hingga maksimal Rp20.000 pada jam sibuk menawarkan kenyamanan yang dimaksud lebih banyak terjangkau dibandingkan menggunakan kendaraan pribadi. Demikian pula, TransJakarta dengan tarif jauh-dekat Rp3.500 juga layanan Jaklingko yang mana gratis untuk warga Ibukota menyediakan opsi yang ekonomis.

Di sisi lain, prasarana pada moda transportasi umum ini juga telah dilakukan meningkat. Kereta LRT kemudian bus TransJakarta dilengkapi pendingin udara, CCTV untuk keamanan, juga sarana bagi penyandang disabilitas, lansia, kemudian ibu hamil. Di stasiun juga halte, tersedia lift, eskalator, toilet, dan juga bahkan tempat untuk membeli makanan ringan. Sistem tiket terpadu memungkinkan pengguna melakukan pembayaran untuk bermacam moda transportasi hingga parkir, sebuah kemajuan besar dibandingkan 40 tahun sesudah itu (saat pertama kali penulis masuk Ibu kota) sewaktu transportasi umum Ibukota penuh dengan ketidaknyamanan.

Yang menarik, sistem transportasi masyarakat di dalam Ibukota pada dasarnya tidaklah kalah dengan kota-kota besar lainnya di dunia, seperti Tokyo, Singapura, atau Hong Kong, yang digunakan bermetamorfosis menjadi pilihan utama bagi para pekerja kantoran. Sistem tiket terpadu yang mana sudah diterapkan, misalnya, menyerupai mekanisme pembayaran di Singapura. Dengan tiket ini, pengguna tiada cuma dapat naik MRT atau bus tetapi juga membayar tol hingga parkir. Selain itu, sarana seperti kebersihan dan juga keamanan dalam stasiun sudah pernah mendekati standar global.

Namun, mengapa transportasi umum ini belum sepenuhnya berubah jadi pilihan utama rakyat Jabodetabek, khususnya bagi pekerja kantoran?

Tantangan Sistem Transportasi Umum

Ada beberapa kendala utama yang tersebut memproduksi kendaraan pribadi masih menjadi pilihan utama. Pertama, meskipun interkoneksi moda transportasi sudah ada mulai terintegrasi, cakupannya belum merata. Sebagai contoh, jalur MRT DKI Jakarta yang digunakan ketika ini baru mencakup rute Blok M–Bundaran HI masih pada tahap pembangunan untuk mencapai jalur timur-barat.

Artikel ini disadur dari Transportasi Umum dan Konservasi Energi, Mengelola Kawasan Perkotaan Jabodetabek