NEW YORK – Akurasi pemantauan hutan di pengambilan sebuah kebijakan, apalagi yang digunakan berdampak luas secara global seperti Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa (EU Deforestation-free Regulation/EUDR). Demi akurasi, pemantauan hutan perlu memperhatikan parameter yang digunakan lebih banyak rinci dan juga pengecekan lapangan (ground check).
Wakil Menteri Lingkungan Hidup kemudian Kehutanan ( KLHK ) Alue Dohong mengatakan, data juga informasi yang mana akurat sangat penting, khususnya terkait kebijakan yang mana berdampak pada dunia usaha global. Contohnya EUDR, yang mana semata-mata berbasis pada parameter makro juga umum.
”EUDR seharusnya mempertimbangkan parameter yang lebih banyak detil lalu perlunya pengecekan lapangan. Hal ini mampu kita kembangkan lebih lanjut sangat jauh melalui sistem pemantauan hutan yang kuat,” kata Alue Dohong ketika inisiasi pembukaan Side Event pada Wadah PBB untuk Kehutanan (United Nation Diskusi on Forest/UNFF) ke-19 dalam New York, Amerika Serikat, Kamis (9/5/2024).
Plt Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto menambahkan pemantauan hutan menggunakan teknologi penginderaan sangat harus disempurnakan dengan pengecekan lapangan. “Hingga pada waktu ini belum ada teknologi (penginderaan jauh) yang digunakan menggambarkan situasi lapangan dengan akurasi sangat tinggi,” katanya.
Menurut Agus, pengecekan lapangan bertujuan untuk melakukan konfirmasi situasi sesungguhnya tutupan lahan di dalam lapangan. Selain itu juga untuk memperbaiki juga meningkatkan akurasi data tutupan hutan. Pengecekan lapangan juga diperlukan untuk mendapatkan data kemudian informasi baru pada lapangan yang mana tidak ada ditemukan jikalau semata-mata menggunakan citra satelit penginderaan jauh.
Agus menjelaskan Negara Indonesia memanfaatkan teknologi penginderaan jarak jauh pada pemantauan sumber daya hutan untuk menyokong pengelolaan hutan lestari pada level manajemen hutan, bahkan dimanfaatkan juga pemakaian citra satelit beresolusi tinggi.
Lebih lanjut dijelaskan, Indonesia telah lama membagi tutupan lahan ke pada 23 kelas berdasarkan keadaan lapangan, satu di antaranya area tutupan hutan kemudian area tutupan non hutan. “Seluruh data tutupan lahan bermetamorfosis menjadi pertimbangan utama di merumuskan kebijakan untuk menggalang praktik pengelolaan hutan lestari,” ujarnya.
Saat ini, seluruh data spasial pemantauan hutan Negara Indonesia tersaji secara akurat melalui Sistem Monitoring Hutan Nasional (SIMONTANA). ”Melalui SIMONTANA, Indonesia mampu menunjukkan untuk planet data laju deforestasi secara ilmiah yang tersebut bisa saja dipertanggungjawabkan,” tandasnya.
Guru Besar Department of Geographical Sciences, University of Maryland Profesor Matthew Hansen mengungkapkan hasil pemantauan melalui wadah Global Forest Watch berbasis penginderaan terpencil menunjukkan keberhasilan Indonesia membalik tren deforestasi pada saat negara lain seperti Brazil, Republik Demokratik Kongo, lalu Bolivia terus mengalami peningkatan deforestasi.
Bahkan, pemantauan dengan menggunakan standar IPCC menunjukkan pengurangan laju deforestasi Nusantara secara dramatis. “Dalam tujuh tahun terakhir, laju deforestasi Nusantara berkurang hampir sepertiganya,” katanya.
Tokoh pemantauan hutan global ini setuju tentang pentingnya peningkatan akurasi kemudian menurunkan bias pada pemantauan tutupan hutan, diantaranya tentang pentingnya uji lapangan. Dia juga memuji implementasi SIMONTANA yang digunakan didukung ahli di dalam bidangnya yang tersebut tidak ada dimiliki oleh Negara-negara lain.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Negara Indonesia Profesor Indroyono Soesilo mengatakan, pelaku bidang usaha pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) melakukan pemantauan sumber daya hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang digunakan berlaku dalam antaranya untuk tata batas, monitoring Rencana Kerja Tahunan, lalu pencegahan kebakaran hutan juga lahan. “Keterlibatan multi pihak pada pemantauan hutan, salah satunya anggota APHI, telah terjadi berkontribusi pada penurunan laju deforestasi pada Indonesia,” katanya.
Turut hadir berubah menjadi pembicara pada pembukaan yang dimaksud Deputy Director of the Forests Program, World Resources Institute (WRI) International Fred Stolle, dan juga Forest Inventory and Analysis Manager, US Forest Service Dr. Sara Goeking.
Artikel ini disadur dari Forum Kehutanan PBB, Indonesia Tegaskan Pentingnya Akurasi Pemantauan Hutan