Kertasharian.com – JAKARTA – Tindakan Amerika Serikat (AS) yang dimaksud dinilai sudah menjadikan dolar sebagai senjata melalui penyitaan aset-aset Rusia yang dibekukan disebut akan semakin mempercepat dedolarisasi. Hal itu diungkapkan mantan pejabat Dana Moneter Internasional (IMF) Eswar Prasad terhadap Bloomberg, belum lama ini.
Seperti diketahui, Presiden Amerika Serikat Joe Biden minggu ini sudah pernah mengesahkan undang-undang yang mana mengizinkan pemerintah menyita aset negara Rusia yang disimpan dalam negara tersebut.
Washington telah lama lama mendesak penyitaan dana yang dimaksud untuk membantu negeri Ukraina di upaya konflik melawan Moskow. Sementara itu, para pemimpin keuangan G7 kemudian pejabat UE terus menyatakan keprihatinannya mengenai preseden hukum menghadapi penyitaan aset apa pun.
AS kemudian sekutunya sudah pernah membekukan sekitar USD300 miliar aset bank sentral Rusia, di tempat mana sekitar USD5 miliar di area antaranya disimpan pada bank-bank AS, dengan dalih sebagai bagian dari sanksi terkait Ukraina.
Seperti yang tersebut disitir oleh Bloomberg, mantan pejabat IMF Eswar Prasad telah dilakukan memberi peringatan bahwa langkah Amerika menjadikan mata uangnya sebagai senjata melalui penyitaan cadangan dolar pasti akan memacu negara-negara lainnya untuk mempertimbangkan de-dolarisasi.
Undang-undang yang tersebut disebut REPO, yang ditandatangani Biden pada hari Rabu bersatu dengan paket bantuan militer senilai USD61 miliar untuk Kiev itu memberi wewenang untuk presiden Amerika Serikat untuk menyita aset negara Rusia yang tersebut disimpan di tempat bank-bank Amerika kemudian mentransfernya ke dana rekonstruksi Ukraina.
“Koalisi internasional kita perlu lalu mendesak untuk membuka nilai aset kedaulatan Rusia yang dimaksud tak dapat bergerak,” kata Menteri Keuangan Negeri Paman Sam Janet Yellen pada sebuah pernyataan pada hari Rabu.
Ketentuan REPO sudah pernah meningkatkan perdebatan mengenai prospek konsekuensi permintaan asing terhadap Treasury Negeri Paman Sam serta pemanfaatan dolar, Bloomberg mencatat. Outlet yang disebutkan juga menyatakan kecil kemungkinannya Amerika Serikat akan menyita aset-aset Rusia tanpa persetujuan dari negara-negara G7 lainnya serta UE.
Analis JPMorgan Katherine Lei menyatakan bahwa China kemungkinan besar mempercepat proses de-dolarisasi. Sekitar 70% perdagangan internasional China, menurut perkiraan JPMorgan, ketika ini masih di mata uang dolar.
“Negara-negara yang digunakan menggunakan dolar untuk perdagangan juga keuangan internasional perlu menjamin bahwa aset mereka itu tidak ada akan disita melawan kemauan AS,” kata Paola Subacchi, penulis The Cost of Free Money, terhadap outlet tersebut.
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov pada hari Kamis memberi peringatan bahwa Ibu Kota Rusia dapat menurunkan hubungan diplomatik dengan Washington jikalau Negeri Paman Sam mengambil alih dana Rusia yang mana dibekukan. Ryabkov menegaskan, tanggapan Wilayah Moskow terhadap penyitaan aset-asetnya dapat mencakup tindakan balasan dunia usaha kemudian diplomatik.