Narendra Ning Ampeldenta, B.Eng
Pasca Sarjana Perekonomian Energi Hochschule Darmstadt, Jerman
KEPADATAN penduduk merupakan tantangan yang mana tak terpisahkan bagi kota-kota besar pada seluruh dunia, satu di antaranya Indonesia. Derajat kepadatan penduduk tentu tak dapat dilepaskan dari laju peningkatan penduduk lalu tren urbanisasi yang mana terus meningkat. Tidak belaka Jakarta, ibu kota provinsi maupun kota/kabupaten di wilayah berubah menjadi daya tarik bagi rakyat desa untuk melakukan urbanisasi. Tren urbanisasi dalam kota-kota besar dalam Negara Indonesia pun diprediksi meningkat.
Sebagai contoh ke ibu kota Provinsi Jawa Tengah, Daerah Perkotaan Semarang, menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah agregat penduduk Daerah Perkotaan Semarang pada 10 tahun terakhir mengalami kenaikan sebesar 7,8% berubah menjadi sekitar 1,7 jt penduduk pada tahun 2023, dengan tingkat kepadatan penduduk yang tersebut juga mengalami peningkatan dengan persentase yang mana mirip berubah jadi 4.534,07 jiwa/km² dibandingkan dengan 10 tahun terakhir. Hal ini berubah menjadi tantangan tersendiri bagi sebuah kota untuk bagaimana mendesain kota yang digunakan layak huni bagi warganya dalam berada dalam laju pertumbuhan serta kepadatan penduduk.
Kota Berkepadatan Tinggi dengan Jejak Ekologis Rendah
Salah satu tantangan bagi sebuah kota adalah bagaimana mengatur kepadatan penduduk bersamaan dengan memitigasi dampak inovasi iklim kemudian upaya untuk menghurangi emisi gas rumah kaca. Menurut studi dari United Nation Environment Programme (UNEP), kota berkontribusi menyumbang 75% dari emisi karbon dunia. Beberapa hal dapat dijalankan sebuah kota menuju upaya untuk menekan jejak ekologis terus rendah di berada dalam padatnya penduduk.
Salah satu upayanya adalah dengan mendiversifikasi ukuran kepadatan penduduk di ruang, di hal ini berdasarkan karakteristik lingkungan serta wilayah setempat, juga melakukan pemantauan dari waktu ke waktu, berdasarkan pola aktivitas pergerakan penduduk baik itu harian, mingguan bahkan tahunan. Hal ini dapat membantu untuk memahami bagaimana penduduk saling berinteraksi dengan lingkungan sekitar kemudian memungkinkan rute perencanaan yang mana lebih banyak akurat untuk memenuhi keperluan penduduk yang dimaksud beragam.
Hal kedua yang mana tidak ada kalah penting adalah menyediakan pilihan transportasi yang beragam dan juga efisien untuk menghurangi pengaplikasian kendaraan pribadi. Selain menyiapkan moda transportasi yang tersebut enak dan juga terhubung, jarak menuju pemberhentian terdekat dengan berjalan kaki harus bermetamorfosis menjadi pertimbangan. Jarak yang mana dekat dengan berjalan kaki menuju ke pemberhentian terdekat bermetamorfosis menjadi aspek meningkatnya pemanfaatan kendaraan umum. Jarak ideal untuk berjalan kaki menuju halte terdekat menurut studi adalah 400 meter. Langkah selanjutnya adalah dengan memasukkan prinsip-prinsip siklus hidup bangunan, seperti pemilihan materi material yang ramah lingkungan.
Menyediakan Ruang Publik yang dimaksud Inklusif
Mendesain sebuah ruang untuk rakyat yang inklusif juga dapat diakses oleh berubah-ubah kelompok masyarakat merupakan salah satu aspek kunci di rangka transisi menuju kota dengan kepadatan yang digunakan layak huni. Ketersediaan ruang masyarakat yang tersebut baik merupakan sebuah tanda sebuah kota yang dimaksud layak huni serta dapat memberikan dampak positif bagi warga baik itu dari aspek lingkungan, ekonomi, sampai dengan kesehatan.
Ruang umum harus didesain untuk dapat memenuhi beraneka macam keinginan lalu preferensi kelompok penduduk, terlepas dari usia sampai status sosial lalu ekonomi. Ruang terbuka yang mana inklusif juga harus dirancang dengan fitur-fitur yang dimaksud ramah untuk lansia lalu aman untuk perempuan, seperti jalur landai untuk kursi roda, area tempat duduk, kamera pengawas, dan juga diengkapi lampu penerangan yang tersebut memadai.
Selain itu, penting untuk mendesain ruang umum yang tersebut mengakomodir berubah-ubah aktivitas yang beragam lalu melibatkan komunitas setempat. Hal ini dapat menggalakkan interaksi sosial diantara penduduk sekitar. Kemudian, penting untuk ruang-ruang umum yang dimaksud dapat terakses dengan baik, terhubung dengan sarana transportasi umum yang mana memadai. Oleh dikarenakan itu, penting untuk melibatkan bermacam macam kelompok penduduk di perencanaan ruang-ruang yang tersebut didesain untuk publik. Komunikasi juga keterbukaan selama perlibatan tiap kelompok yang dimaksud menjadi penting agar dapat terciptanya ruang masyarakat yang tersebut dapat melayani tiap kelompok masyarakat.
Kemudian, langkah selanjutnya adalah memperbanyak ruang-ruang terbuka masyarakat yang disebutkan ditiap-tiap wilayah, agar rakyat sekitar dapat mengakses ruang masyarakat yang disebutkan tanpa harus bepergian sangat jauh serta menghurangi dapat menghurangi jejak ekologisnya.
Mengurangi Suhu Panas Kota
Saat ini kita merasakan bumi yang digunakan semakin panas. Iklim mikro, atau faktor-faktor situasi iklim setempat, mempunyai dampak secara langsung baik itu psikologis maupun fisiologis. Outdoor Thermal Comfort, atau kenyamanan termal di dalam luar ruangan, yang digunakan merujuk pada keadaan dimana individu merasa enak dengan suhu, kelembaban, lalu angin di dalam lingkungan luar ruangan, mempengaruhi hampir seluruh aspek di dalam keberadaan kita, mulai dari kesejahteraan, kesehatan, produktivitas, ekonomi, konsumsi energi, sampai keseimbangan ekosistem.
Untuk itu, wajib dilaksanakan upaya-upaya agar menciptakan kota dapat terus sejuk ditengah suhu bumi yang tersebut semakin panas. Salah satu upaya nya adalah dengan menerapkan konsep 3-30-300, yang digunakan berarti 3 pohon pada setiap rumah, 30 persen kanopi pohon di dalam tiap lingkungan penduduk setempat, serta 300 meter dari taman masyarakat terdekat atau ruang terbuka hijau.
Kemudian mengatur agar perencanaan bangunan mengedepankan prinsip manajemen energi yang tersebut baik, seperti menggunakan konsep desain pasif, yang mana berarti bangunan yang mana mengandalkan strategi untuk mengatur suhu, pencahayaan, ventilasi, lalu kenyamanan termal secara alami juga menciptakan lingkungan bangunan yang digunakan santai juga efisien secara energi.
Artikel ini disadur dari Mengelola Kepadatan Penduduk: Tantangan dan Solusi Menuju Kota Berkelanjutan