Meneropong DKI Jakarta Tanpa Ibu Daerah Perkotaan

SUHU urusan politik di dalam Ibukota Indonesia masih masih semata tinggi, walaupun Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) dan juga Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) sudah ada usai. Kali ini Pemilihan Kepala Dearah (Pilkada) 2024 yang mana menimbulkan tensi kebijakan pemerintah dalam Ibukota kembali memanas.

baca juga: Membenahi DKI Jakarta Sepeninggalan Ibu Perkotaan

Sejumlah tokoh nasional mulai dielus-elus, dijagokan untuk bisa jadi maju pada kontestasi pemilihan Pengelola Ibukota Indonesia pada pemilihan gubernur 2024. Nama-nama besar seperti Ridwan Kamil , Anies Baswedan , Tri Rismaharini, Sri Mulyani, Heru Budi Hartono , Andika Prakasa serta lain-lain, mulai digadang-gadang untuk forward sebagai calon Pengurus Jakarta.

Pilkada DKI Jakarta memang benar menarik, dikarenakan akan segera disertai oleh tokoh-tokoh terkenal yang tersebut memiliki sejumlah pendukung, juga melibatkan partai-partai kebijakan pemerintah besar. Sehingga tak berlebihan jikalau dikatakan Pemilihan Pengurus di DKI Jakarta ini memang sebenarnya terasa seperti Pilpres.

Bukan itu belaka yang menimbulkan menarik. Pengelola DKI Jakarta yang baru nanti akan punya tugas khusus, yakni bergabung mengawal proses transisi perpindahan Ibu Pusat Kota Ibukota ke Ibu Perkotaan Nusantara (IKN). Bisa jadi Kepala daerah Ibukota Indonesia yang terpilih nanti, berubah jadi gubernur terakhir pada waktu Ibukota masih menyandang status sebagai ibu kota.

Proses transisi itu pun ketika ini telah lama dimulai. Setelah pada 29 April sesudah itu Presiden Joko Widodo melakukan penandatanganan Undang Undang No.2/2024 Tentang Provinsi Daerah Khusus DKI Jakarta (UU DKJ). Sejatinya dengan adanya UU ini berubah menjadi payung hukum untuk sanggup melepas status ibu kota dari Jakarta.

Namun berdasarkan UU yang disebutkan sebelum ada Keputusan Presiden (Kepres) yang menyatakan IKN sebagai ibu kota yang tersebut baru, DKI Jakarta masih akan masih sebagai Ibu Pusat Kota Negara Republik Indonesia. Setelah UU No.2/2024 ini diundangkan, sejumlah pertanyaan yang mana muncul. Seperti apa nantinya DKI Jakarta setelahnya tak lagi berubah jadi Ibu Kota? Apakah kota ini masih akan mempunyai daya tarik? Apakah kegiatan bidang usaha di dalam DKI Jakarta masih akan menggeliat atau malah sebaliknya?

baca juga: Ibu Pusat Kota Pindah, Karakteristik Ibukota Indonesia Bakal Berubah?

Hosea Andreas Rungkat, Chairman Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesi (Asperapi)mengatakan, ketika ini memang benar ada perasaan khawatir bagaimana nanti kondisi DKI Jakarta pasca bukan lagi bermetamorfosis menjadi ibu kota. Keprihatinan itu muncul didasari anggaran belanja eksekutif Daerah Ibukota Indonesia akan menurun.

Anggaran belanja yang digunakan dikeluarkan oleh pemerintahan Pusat untuk Ibukota Indonesia ketika tidak ada lagi bermetamorfosis menjadi ibu kota pasti akan dipangkas. Hal ini mengakibatkan APBD DKI Jakarta akan lebih lanjut kecil dari tahun-tahun sebelumnya. Sebagai pandangan APBD Ibukota Indonesia untuk tahun 2024 ini sebesar Rp81,71 triliun, sebelumnya pada 2003 berjumlah Rp79,52 triliun.

Menurunnya APBD ini akan berpengaruh pada operasional eksekutif Daerah. Mampukah Pemda Ibukota Indonesia mengatur kota terbesar dalam Tanah Air ini dengan anggaran yang mana terbatas? Andreas meyakini, walau APBD turun penerimaan Pemda Ibukota dari sektor swasta seperti pajak, restribusi serta lain-lain akan meningkat.

Pasalnya, bidang usaha pada DKI Jakarta pasca tidaklah lagi berubah jadi ibu kota akan makin menggeliat, apalagi perusahaan yang dimaksud terkait MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition). Setelah tidaklah bermetamorfosis menjadi ibu kota, menurut Andreas, status kota ini akan semakin jelas.

Artikel ini disadur dari Meneropong Jakarta Tanpa Ibu Kota