JAKARTA – Menyoroti dugaan berubah-ubah kecurangan, Komunitas Penegak Konstitusi (MPK) melayangkan gugatan class action untuk pelopor negara berkaitan dengan penyaluran bantuan sosial (bansos) ketika masa pemilihan 2024. Koordinator MPK Danang Girindrawardana mengungkapkan bahwa penyaluran bansos ketika masa pilpres merugikan 40 jutaan penduduk Jabodetabek senilai Rp1,4 triliun.
Dia berpendapat, ini disebabkan dari bansos yang digunakan didistribusikan dengan waktu serta tempat yang tersebut tidak ada tepat, sehingga berlangsung kelangkaan komponen pangan khususnya beras yang menyebabkan nilai beras ditingkat penjual grosir meningkat dari Oktober 2023 hingga Februari 2024. Danang mengatakan, bansos yang dimaksud didistribusikan pada waktu masa pilpres disalurkan pada daerah-daerah yang diduga semata-mata berkenaan dengan efek elektoral.
Distribusi bansos yang disebutkan dinilai tidaklah berdasarkan permintaan dampak badai El Nino sebagaimana yang pemerintah jelaskan. “Jika alasannya oleh sebab itu badai El Nino, seharusnya pendistribusian bansos menyebar ke daerah-daerah rawan pangan dalam seluruh Indonesia. Bukan cuma area yang jumlah total pemilihnya besar. Ini adalah menguatkan dugaan bahwa bansos sebab badai El Nino belaka alasan yang tersebut dibuat-buat,” kata Danang di keterang tercatat dikutipkan Hari Sabtu (20/4/2024).
Sementara itu, kuasa hukum MPK Jimmy Stevanius Mboe menjelaskan bahwa gugatan class action ini ditujukan terhadap Presiden Republik Tanah Air yang mana diduga melakukan perbuatan bertarung dengan hukum, penyalahgunaan wewenang di kaitannya kebijakan penyaluran bansos yang dimaksud salah tempat lalu salah waktu. Dari dugaan ini, menurut perhitungan MPK, warga Jabodetabek mengalami kerugian sebesar Rp1,4 triliun.
Jimmy menambahkan bahwa perbuatan berperang melawan hukum, penyalahgunaan kekuasaan inilah yang mana digugat pihaknya melalui class action, khususnya di hal penyaluran bansos yang dimaksud bukan terus sasaran, baik dari segi penerima maupun dari sisi waktu pendistribusiannya. “Presiden sebagai kepala negara lalu kepala pemerintahan, seharusnya peka untuk tidaklah menggunakan kekuasaannya pada penyaluran bansos di masa pemilu,” tuturnya.
Dia melanjutkan, bansos yang digunakan dipaksakan penyalurannya menyebabkan kelangkaan beras pada medio Oktober 2023 hingga Februari 2024. Dia menuturkan, kelangkaan ini menyebabkan harga jual beras di tingkat konsumen mengalami kenaikan sebesar Rp2.500an.
“Dan jikalau kita hitung, kerugian materiil dari para penggugat adalah sebesar: jumlah agregat penduduk Jabodetabek pada bulan Desember 2023 dikali jumlah total konsumsi beras per khalayak per hari dikali rentang waktu berlangsung distribusi (Desember 2023 – Februari 2024) dikali kenaikan harga jual beras pada periode tersebut. (28.000.000,- jiwa x 0,22 Kg x 91 hari x Rp. 2.505,- = Rp.1.404.202.800.000,” jelasnya.
“Dari kerugian itu, mewakili klien kami, kami menuntut Presiden Republik Indonesia untuk mengganti merugi immaterial sebesar Rp10.000 serta memohon maaf secara terbuka terhadap seluruh rakyat Indonesia. Kami juga menuntut agar Pengadilan Ibukota Indonesia Pusat meletakkan sita jaminan menghadapi Istana Negara,” pungkas Jimmy.
Diketahui, Pilpres 2024 menyisakan sejumlah pekerjaan rumah. Setumpuk pelanggaran etik sejak pendaftaran capres-cawapres dibuka. Mulai dari kontroversinya langkah Mahkamah Konstitusi nomor 90/PUU-XXI/2023, hingga pelanggaran-pelanggaran etik yang dikerjakan oleh pengurus pemilihan umum (KPU).
Pelaksanaan pilpres juga tidaklah lepas dari kontroversi. Mulai dari dugaan kecurangan TSM (terstruktur, sistematis, juga masif), hingga dugaan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang digunakan mengungguli pasangan calon tertentu dari pelopor negara.
Artikel ini disadur dari Masyarakat Jabodetabek Dirugikan Rp1,4 Triliun Akibat Bansos Salah Sasaran saat Pilpres 2024