JAKARTA – Anggota Komisi IX DPR Rahmat Handoyo merespons persoalan sistem kelas 1, 2, 3 pada BPJS Kesejahteraan dihapus juga diganti dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Dia meminta-minta agar aturan baru yang tersebut tertuang pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga berhadapan dengan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Pemastian Bidang Kesehatan itu bukan memberatkan rakyat dari segi penyesuaian pembiayaannya.
Dia mengatakan, konsep besar secara komprehensif harus dimiliki pemerintah meskipun aturan baru itu berlaku pada tahun depan. “Jangan sampai penyelenggaraan KRIS nanti, memunculkan hambatan baru, khususnya dari sisi iuran,” kata Rahmat pada waktu dihubungi MNC Portal Indonesia, Awal Minggu (13/5/2024).
Apalagi, kata dia, pada pada waktu masih menerapkan sistem kelas pada BPJS Kesehatan, ada partisipan yang digunakan dari segi pembiayaannya direalisasikan secara mandiri. Dia memohonkan jangan sampai penerapan KRIS ini justru memberatkan rakyat yang digunakan membayar secara mandiri.
“Saat ini saja, mandiri yang pada kelas III hanya terasa berat, ada beberapa warga yang digunakan sulit untuk memenuhi kewajiban membayar secara mandiri. Apalagi nanti dengan adanya KRIS,” ujarnya.
“Jangan sampai memunculkan sejumlah warga kelas atau kontestan BPJS yang digunakan meninggalkan oleh sebab itu ketidakmampuan untuk membayar penyesuaian nanti. Untuk itu, saya wanti-wanti agar penyesuaiannya tidak ada memberatkan rakyat lalu tidak ada ada kenaikan,” kata legislator PDIP itu.
Tak hanya sekali dari segi pembiayaan, Komisi IX DPR juga menyoroti perihal kualitas pelayanan kesehatan dengan sistem KRIS nanti. Ia berharap, kualitasnya semakin baik.
“Dengan adanya kelas standarisasi, KRIS ini ya tentu kelas sebanding kan, untuk itu saya kira dari segi kualitas, harus lebih besar baik,” pungkasnya.
Artikel ini disadur dari Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS, DPR: Jangan Sampai Iurannya Beratkan Rakyat