MADINAH – Jemaah haji Indonesia diperlukan mewaspadai penularan Sindrom Pernapasan Timur Tengah (Middle East respiratory syndrome/MERS), yang tersebut disebabkan oleh Middle East respiratory syndrome Coronavirus (MERS-CoV).
MERS-CoV diidentifikasi kemudian dikaitkan dengan infeksi manusia dari unta tunggangan di beberapa negara Timur Tengah, Afrika, lalu Asia Selatan.
Sebagian besar perkara konfirmasi MERS mengalami sindrom saluran pernapasan akut yang mana berat. Tanda awal yang mana paling rutin ditemukan, yaitu demam, batuk, dan juga sesak napas. Beberapa tindakan hukum juga bergejala diare juga mual atau muntah. Selain itu, komplikasi parah yang tersebut berlangsung dapat berbentuk pneumonia juga gagal ginjal.
Direktur Surveilans Karantina Kesejahteraan Direktorat Jenderal Pencegahan dan juga Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Bidang Kesehatan RI Achmad Farchanny Tri Adryanto, menyampaikan, jemaah haji yang merasa demam atau bukan enak badan harus melaporkan kondisinya terhadap Tenaga Kesejahteraan Haji Tanah Air (TKHI).
“Semua penyakit menular dikarenakan virus lalu bakteri pada umumnya didahului dengan demam. Hal yang digunakan sangat penting, kemudian ini juga telah kita ungkapkan untuk jemaah haji kita, kalau nanti pada sana ada yang dimaksud mulai bukan enak badan, mulai meriang, harus segera lapor ke TKHI-nya ke kloter untuk mendapatkan pemeriksaan lalu diobati lebih lanjut lanjut,” instruksi Farchanny dalam Jakarta, Selasa (14/5/2024).
“Kalau memang sebenarnya nanti setelahnya pemeriksaan oleh TKHI-nya, jemaah harus diperiksa lebih banyak lanjut, tentunya akan dibawa ke Pusat Aspek Kesehatan Haji ke sana. Kalau ke Pusat Kesejahteraan Haji pada Makkah kemudian Madinah setelahnya diperiksa, ternyata harus ditangani lebih tinggi lanjut lagi, maka jemaah akan dikirim ke rumah sakit.”
Ketika jemaah haji diperiksa oleh personel kesehatan atau dokter, pertanyaan yang digunakan akan digali tambahan pada meliputi riwayat kontak jemaah dengan unta juga riwayat konsumsi produk-produk dari unta.
“Kemudian digali, riwayat kegiatan jemaah haji kita ini, pernah jalan-jalan ke peternakan unta pada sana atau tidak. Kalau itu ada, telah berubah menjadi indikasi kuat untuk pengawasan dan juga pemeriksaan lebih lanjut lanjut. Artinya, harus dirujuk untuk direalisasikan pemeriksaan PCR lalu lain-lain dan juga harus (dilakukan) pada rumah sakit,” terang Farchanny.
Potensi penularan MERS-CoV, lanjut Farchanny, teristimewa adalah penularan dari hewan pembawa virus ke manusia. Akan tetapi, ada kemungkinan penularan dari manusia ke manusia.
“Kriterianya dapat berjalan penularan dari manusia ke manusia untuk MERS-CoV ini adalah yang dimaksud pertama sewaktu muncul kontak erat antara pasien dengan anggota keluarganya di rumah. Kedua, adanya kontak erat si pasien dengan tenaga kesegaran di dalam rumah sakit atau di fasyankes,” katanya.
“Walaupun peluang penularan dari manusia ke manusia itu terus terbuka, ya, saat beliau sedang jalan-jalan ke lingkungan ekonomi atau melaksanakan ibadah dalam Masjidil Haram, di Masjid Nabawi. Penularan antar-manusia lewat droplet, ya, dari seseorang bicara, kemudian droplet-nya menyentuh ke warga yang sehat. MERS-CoV sangat berkemungkinan kena apabila terjadi kontak erat yang digunakan lama.”
Artikel ini disadur dari Jemaah Haji Indonesia Harus Waspadai Penularan MERS-COV