JAKARTA – Anak-anak berubah menjadi kelompok paling rentan terhadap perundungan dalam dunia maya. Berdasarkan data UNICEF pada 2018, setiap hari terdapat 175.000 anak yang tersebut baru pertama kali mengakses internet.
Sedangkan, Badan Kesejahteraan Planet atau WHO mengungkap, pada 2024, sedikitnya 1 dari 6 anak mengalami perundungan pada dunia. Sementara UNICEF mencatat, sepertiga anak muda di 32 negara melaporkan alami perundungan dalam bola maya atau cyber bullying.
Meski berlangsung di dalam planet maya, namun dampak perundungan nyata adanya, bahkan hingga menyakiti psikis anak, seperti enggan pergi ke sekolah. Bahkan 1 dari 10 remaja pernah terlibat perkelahian fisik akibat perundungan di globus maya.
Data yang dimaksud terungkap pada kegiatan Obral Obrol liTerasi Digital dengan topik “Cyber Bullying, Behind The Screen” yang tersebut diselenggarakan Kementerian Kominfo pada Jumat, 17 Mei 2024.
Cyber bullying dapat dicegah dengan peran bergerak pendatang tua lalu literasi digital yang dimaksud mumpuni. Meski efeknya nyata namun masih sejumlah penduduk yang dimaksud belum menyadari secara utuh perundungan anak di dalam globus digital.
”Cyber bullying tak belaka merupakan komentar negatif. Tanpa kita sadari, menyebarluaskan konten yang dimaksud mempermalukan dan juga menekan pendatang lain di dalam jejaring sosial juga merupakan bentuk perundungan. Karena itu, khalayak tua miliki peran penting menyampaikan pada anak apa belaka konteks dari perundungan dalam globus maya,” kata praktisi komunitas, Tata Yunita, Mingguan (19/5/2024).
Tata menyampaikan warga dewasa harus peka terhadap inovasi perilaku terhadap anak, seperti merasa cemas, tak mempunyai gairah pergi ke sekolah, bahkan mengalami penurunan prestasi yang drastis. Tak hanya sekali itu, tanda-tanda adanya perundungan pada anak juga harus dilihat dari kacamata anak sebagai pelaku perundungan yang banyak luput disadari.
“Misalnya kemungkinan besar anak jadi lebih banyak agresif, sederhana memukul, hingga berkata kasar sanggup berubah jadi kecenderungan anak sebagai pelaku cyber bullying,” ujar Tata.
Artikel ini disadur dari Cyber Bullying Marak, Kementerian PPPA: 70% Orang Tua Tak Batasi Anak Gunakan Gawai